ASPEK-ASPEK DALAM FILSAFAT
Minggu,
18 Oktober 2015
Refleksi
pertemuan kelima
ASPEK-ASPEK DALAM
FILSAFAT
Oleh:
Vivi Nurvitasari,
15701251012
Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum, Wr.
Wb.
Petemuan kuliah
Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2015 jam 07.30 sampai
dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan
dosen pengampu Pak Marsigit, Perkuliahan ini diawali dengan tes jawab cepat
sebanyak 50 soal lalu dilanjutkan dengan mahasiswa mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan
yang nantinya akan dijawab oleh Pak Marsigit.
Sistem pertemuan pada
minggu ini sama dengan pertemuan sebelumnya yaitu adanya tes jawab cepat diawal
kuliah, hanya saja tema tes kali ini adalah Aspek-Aspek Filsafat. Tes jawab
cepat yang diberikan Pak Marsigit ini sudah ada dalam postingan-postingan Bapak
diblog Pak Marsigit. Sehingga untuk bisa menjawab tes ini, mahasiswa diharapkan
rajin dan memperbanyak membaca postingan diblog Pak Marsigit.
1. Filsafatnya Seni adalah Estetika
2.
Flsafatnya Fisika adalah Filsafat Alam
3.
Filsafatnya Matematika adalah Koherentisme
4.
Filsafatnya Agama adalah Spiritualisme
5.
Filsafatnya yang baru adalah Sinthesis
6.
Filsafatnya yang lamaadalah Thesis
7.
Filsafatnya Proses adalah Sinthesis
8.
Filsafatnya Tujuan adalah Idealisme
9.
Filsafatnya Alat adalah Epistemologi
10.
Filsafatnya Tulisan adalah Dialektisme
11.
Filsafatnya Bahasa adalah Analitik
12.
Filsafatnya Bertanya adalah Dialektisme
13.
Filsafatnya Menjawab adalah Dialektisme
14.
Filsafatnya Bernyanyi adalah Estetika
15.
Filsafatnya yang ada adalah Ontologi
atau Eksistenalisme
16.
Filsafatnya yang mungkin ada adalah
Noumena atau Ontologi
17.
Filsafatnya Perintah adalah Determinisme
18.
Filsafatnya Memiliki adalah Determinisme
19.
Filsafatnya Melihat adalah Realisme
20.
Filsafatnya Mendengar adalah Realisme
21.
Filsafatnya Berpikir adalah Koherentisme
atau Sinthesis
22.
Filsafatnya Mencoba adalah Sientisism
23.
Filsafatnya Pengalaman adalah Empirisme
24.
Filsafatnya Bersembunyi adalah Metafisik
25.
Filsafatnya Khayalan adalah Fiksionisme
26.
Filsafatnya Bercinta adalah Romantisme
27.
Filsafatnya Memilih adalah Reduksionisme
28.
Filsafatnya yang tetap adalah Permenidesianisme
29.
Filsafatnya yang berubah adalah Heraklitosianisme
30.
Filsafatnya yang pasti adalah Absolutisme
31.
Filsafatnya yang tak pasti adalah Relatifisme
32.
Filsafatnya yang jauh adalah Teleologi
(Prokrastinate
adalah usaha memperkirakan yang dilakukan oleh orang awam sedangkan orang jaman
dahulu lebih cenderung untuk meramal)
33.
Filsafatnya yang besar adalah Makrokosmis
34.
Filsafatnya Filsafatnya yang kecil
adalah Mikrokosmis
35.
Filsafatnya Pasrah adalah Fatalisme
36.
Filsafatnya Berusaha adalah Vitalisme
37.
Filsafatnya yang kembar adalah Identitas
38.
Filsafatnya yang beda adalah Kontradiksi
39.
Filsafatnya yang salah adalah Falibisme
40.
Filsafatnya yang benar adalah Epistemologi
(Epistemologi
merupakan isinya sedangkan wadahnya adalah ontologi, isi tidak akan bermakna
kalau tidak ada wadah)
41.
Filsafatnya Ragu-ragu adalah Skeptisisme
(Tokohnya Rene Deskartes)
42.
Filsafatnya Hubungan adalah Konektivisme
43.
Filsafatnya Bentuk adalah Forma
44.
Filsafatnya Mengabaikan adalah Reduksi
(hanya bermakna bagi diriku jika akU telah memilih,maka sebenar-benar hidup
adalah reduksi)
45.
Filsafatnya Bertengkar adalah Sinthesis
46.
Filsafatnya Jelas adalah Mitos atau Mitologi
47.
Filsafatnya Damai adalah Mitos
(Kodrat
manusia bersifat mandeg, tetap, dan bergerak)
48.
Filsafatnya Manfaat adalah Utilitarian
49.
Filsafatnya Jalan pintas adalah Pragmatisme
50.
Filsafatnya Terlambat adalah menembus
ruang dan waktu
Setelah Pak Marsigit
memberikan jawaban pada tes jawab cepat tersebut, Pak Marsigit menyuruh
mahasiswa untuk membuat pertanyaan tertulis.
Pertanyaan secara
tertulis yang pertama dari Yolandaru Septiana, yang bertanya tentang: “Filsafat dari sebuah pengalaman dan bagaimana untuk mendapatkan hakikatnya?”.
Setelah membaca
pertanyaan tersebut, Pak Marsigit kemudian menjawab: “Pada dasarnya hakikat
ilmu dari para filsuf disempurnakan oleh Immanuel Kant, hakikat ilmu pada
akhirnya adalah sintetik apriori. Sintetik itu berarti bawah – dunia – paham
setelah melihat, mendengar, dan memegang, sintetik itu pengalaman manusia/duniaku
sehingga berlaku hukum sebab-akibat. Untuk apriori sendiri berarti atas – pikiran
- khayalan - sampai akhirat. Satu makna disitu berlaku hukum tiadalah segala
sesuatu itu berdiri sendri (saling berhubungan, saling menjadi sebab-akibat). Jadi,
setiap yang ada dan yang mungkin ada serta yang bisa dikatakan dan ditunjuk itu
adalah wakil dari dunianya.
Ketika kita bisa merasa
bahagia itu karena kita pernah merasakan kesedihan, maka kita sebagai guru harus
memberikan pengalaman yg lengkap bagi siswa. Yang ada dan yang mngkin ada ada 2
sifat, yaitu bersifat wadah dan isi, yang kita tunjuk itu adalah wadah
sekaligus isi yang juga memiliki sifat yang tetap dan berubah atau bersifat
koeksisten. Yang ada dibawah adalah dunia persepsi, yg baru bisa dipahami setelah
dipersepsi menggunakan indra. Sintetik menjadi aposteriori yang berarti yang
dibawah – dipegang baru akan bermakna. Analitik apriori berarti diatas – dengan
pikiran atau logika – belum memegang atau merasakan sudah mengetahui bahwa
minuman teh itu manis rasanya. Analitik ialah yang dipikirkan, dasarnya adalah
konsistensi, tidak terjadi kontradiksi, adanya kebenaran. Jika seseorang hanya mencari
kebenaran itu tidak akan cukup sehingga dibutuhkan olah pikir atau eksperimen.
Lalu yang disebut cacat
mental itu adalah keterbatasan berselancar di dalam dunia pikir atau logikanya
terbatas. Sedangkan cacat fisik adalah keterbatasan berselancar di dalam dunia
fisiknya. Jadi, sebenar-benarnya ilmu harus apriori juga sintetik yang
didalamnya berlaku hukum sebab-akibat.
Pertanyaan kedua secara
tertulis dari Suhariyono, yaitu “Bagaimana
berfilsafat yg benar menurut para filsuf?”
Dari pertnyaan
tersebut, Pak Marsigit menjawab: ”Setiap filsuf adalah wakil dari dunianya. Belajar
filsafat itu tidak harus pilih-pilih, apakah harus menurut filsafat Plato,
Aristoteles, ataukah Immanuel Kant dll. Jadi, jika mau belajar berfilsafat yang
kotemporer pastilah kita melalui proses belajar filsafat yang klasik dan sebaliknya,
maka jika kita ingin mempelajari filsafatnya Plato maka pasti kita akan
bersinggungan dengan filsafatnya Aristoteles, Immanuel Kant, dsb. Jadi, para
filsuf itu memiliki kebenarannya masing-masing dalam berfilsafat, begitu halnya
dengan setiap manusia yang juga mempunyai kebenaran masing-masing dalam
berfilsafat hanya saja taraf bacaan, pikiran, ruang dan dimensi yg
membedakannya kebenaran tersebut.
Maka berfilsafat jika sudah
sampai pada eksistensi, akan ada beberapa godaan, yaitu: godaan latar belakang
dirimu, ini dianggap benar karena latar belakang dirimu; godaan panggung yang
terpengaruh oleh orang-orang dilingkungan kita; godaan pasar yang bergantung
pada pandangan orang; godaan otoritas yang bergantung pada keputusan dan
percaya pada keputusan orang yg dianggap penting atau mempunyai wewenang yang
dianggap sesepuh. Godaan mitos sangat berbahaya karena adanya proses reduksi yg
sangat hebat. Oleh karenanya, filsafat itu lebih dari sekedar prosa dan puisi
atau kata-kata mutiara.
Wassalamu’alaikum, Wr.
Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar