Refleksi
Perkuliahan Filsafat Ilmu S2 PEP Pertemuan 1 dan 2
Dosen : Prof. Dr. Marsigit, MA
Hari/tanggal : Kamis, 10 dan 17 September 2015
Pukul :
07.30 - 09.10 WIB
Judul : "BERFILSAFAT TENTANG HAL
YANG ADA DAN YANG MUNGKIN ADA"
Nama : Vivi Nurvitasari
NIM : 15701251012
PRODI : PEP B S2 UNY
PERTEMUAN
1
Belajar filsafat berarti juga belajar
untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Tuhan berikan pada
kita. Bersyukur atas nama yang telah diberikan oleh orang tua kepada kita
karena nama itulah yang menjadi doa bagi kita. Karenanya, berfilsafat dapat
dipelajari dengan mengartikan arti nama kita sendiri yang didalamnya mengandung
makna atau arti yang menjadi doa.
Objek filsafat adalah yang ada dan yang
mungkin ada, segala sesuatu yang ada dapat dipelajari oleh filsafat dan yang
mungkin akan ada pun juga mampu dipelajari melalui filsafat. Metode dalam
berfilsafat ialah metode membangun hidup (Hermenetika). Dalam berfilsafat, kita
secara bersamaan membangun kehidupan yang lebih baik karena berfilsafat mampu
membuat kita merasa rendah hati dan senantiasa bersyukur. Rendah hati karena
ketika kita berfilsafat kita merasa tak mengetahui apapun seperti ajaran Socrates
(“aku tak mampu mengetahui apapun”). Alat dalam berfilsafat ialah menggunakan
bahasa analog, yang mungkin bagi mereka yang baru saja mengenal apa itu
filsafat akan dibuat bingung dengan bahasa yang digunakannaya, namun semakin
kita bingung maka itulah bukti bahwa kita benar-benar sedang belajar tentang
filsafat.
PERTEMUAN
2
Filsafat ialah pola pikir, segala yang
ada di dalam pikiran dan segala yang sedang dipikirkan serta bagaimana pikiran
kita memikirkan hal yang ada didalam pikiran kita, itulah yang kita sebut
filsafat. Karena kita telah diberi pikiran yang sangat cerdas sehingga kita
bisa memikirkan apapun yang kita lihat, kita rasakan dan kita dengarkan
patutlah kita selalu mengucapkan syukur yang tak pernah putus pada Sang Pencipta.
Pikiran yang diberikan Tuhan kepada kita merupakan nikmat yang tak terhitung
ditambah dengan nikmat hidup lainnya yang jumlahnya tak berhingga dipangkatkan
tak berhingga dan dipangkatkan tak berhingga, itu semua merupakan nikmat Tuhan
yang sangat wajib kita syukuri dan juga kita jaga serta manfaatkan sebaik
mungkin.
Segala yang ada di dunia merupakan
thesis dan anti thesis yang akan berinteraksi menjadi suatu sinthesis. Kita
sebagai manusia adalah merupakan sebuah thesis yang tidak akan menjadi suatu
sinthesis tanpa adanya anti thesis, maka dari itu kita sebagai anti thesis
selalu berinteraksi dengan thesis (buku, lingkungan, motor) agar kita dapat
mendapatkan sinthesis. Setiap yang didengar, dilihat, dirasakan dan yang
dipikirkan merupakan thesis yang akan menjadi sebuah sinthesis apabila thesis
tersebut berinteraksi dengan manusia sebagai anti thesisnya. Setelah adanya interaksi antara thesis dan
anti thesis lahirlah suatu ilmu, namun jika hanya ada thesis tanpa anti thesis
hanya akan menjadi sebuah pengetahuan. Contohnya manusia adalah thesis lalu
diberi sebuah buku sebagai anti thesis untuk dibaca, maka dari interaksi
manusia dan buku tersebut menjadi sebuah sinthesis. Semua hal yang ada di dalam
dunia maupun yang mungkin ada di dunia merupakan thesis maka perlu dicari anti
thesisnya agar menjadi sebuah sinthesis. Terciptanya sinthesis merupakan bukti
dari hidupnya manusia itu sendiri.
Pengetahuan
merupakan hasil dari interaksi antara logika dan pengalaman. Sehingga dalam
berfilsafat membutuhkan penerapan logika dan membutuhkan cara kita dalam
memandang dan menyikapi suatu pengalaman. Apabila manusia hanya menggunakan
logikanya tanpa disertai dengan adanya pengalaman hidup maka sama saja
kehidupan orang tersebut hanya selalu berpikir tanpa melakukan tindakan apapun
sehingga tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya apabila manusia hanya selalu
bertindak tanpa menggunakan logikanya maka manusia hanya akan mendapatkan
sebuah pengalaman tanpa bisa menceritakan pengalamannya kepada orang lain
karena manusia tersebut tidak menginteraksikan pengalaman yang ia miliki dengan
suatu logika.
Filsafat
merupakan ilmu yang sangat luas dan menyeluruh, karena dengan berfilsafat kita
mampu mendefinisikan kehidupan dari yang ada atau nyata sampai yang mungkin ada
atau masih dalam suatu proses menjadi ada. Kita mampu menyebutkan,
mendefinisikan serta menjelaskan apapun yang ada dalam pikiran kita maupun
apapun yang sedang kita pikirkan tetapi penjelasan kita tersebut tidak akan
pernah mampu untuk menggambarkan apa yang ada dan sedang kita pikirkan. Kita
hanya mampu berusaha untuk menjelskan tanpa benar-benar mampu untuk menjelaskan
secara menyeluruh.
Dalam
berfilsafat haruslah dibatasi dengan sebuah spiritualitas. Tanpa adanya batasan
tersebut dalam berfilsafat maka manusia akan jatuh dan tak terkontrol. Sebagai
manusia, kita mampu menyebutkan sesuatu yang ada dengan kalimat dan kata yang
tak terhingga dipangkatkan tak terhingga, apalagi dalam menyebutkan atau
menjelaskan tentang diri kita sendiri menyangkup sifat dan ciri-ciri kita, tak
akan mampu kita untuk menjelaskannya. Oleh karenanya manusia itu sangatlah
lemah dan tak sempurna, tapi manusia hanya mampu untuk berusaha untuk menuju
kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Manusia tidak akan
hidup dengan memiliki suatu kesempurnaan, sehingga manusia sekarang dapat hidup
karena memiliki ketidaksempurnaan. Sebagai contoh apabila manusia diberi suatu
penglihatan yang sempurna maka manusia akan dapat melihat segala sesuatu yang
ada dan yang tidak ada, manusia tidak akan mampu menerima kesempurnaan
penglihatan tersebut. Manusia juga tak mampu memiliki satu sifat yang sempurna
karena sifat manusia itu tak berhingga pangkat tak berhingga dan sehingga
manusia tidak mampu menyebutkan sifatnya sendiri dan juga tentang dirinya
sendiri.
Dalam
berpikir, ada 2 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip identitas dan
prinsip kontradiksi. Kacaunya pikiran manusia jangan sampai menjalar menjadi
kekacauan hati karena hati yang kacau merupakan tanda adanya setan didalamnya.
Sekarang ini banyak setan yang berwajah manusia, contohnya koruptor. Rasa malas
yang sering menghinggapi manusia itu juga termasuk pengaruh setan. Filsafat
yang dipahami dan didapatkan setiap manusia itu berbeda-beda tergantung dari
apa yang telah dibaca dan dipelajarinya. Belajar yang paling baik dan efektif adalah
belajar yang disesuaikan dengan kodrat yang dimiliki manusia yang telah
diberikan oleh Tuhan.
Setiap
makhluk hidup memiliki metode hidupnya masing-masing yaitu metode membangun
kehidupan yang didalamnya terdapat interaksi antara satu dengan yang lainnya
dan sebaliknya, contohnya interaksi antara pikiran dan pengalaman; akhirat dan
dunia. Hasil dari interaksi tersebut jadilah suatu sinthesis. Hidup tidak
selalu menyangkut tentang sesuatu yang nyata tetapi juga meliputi dalam hal
yang abstrak. Filsafat juga memiliki suatu metode yaitu metode hidup, metodenya
tidak eksplisit semata-mata hanya belajar filsafat, karena kita tak mampu
berfilsafat tanpa adanya membaca oleh karenanya dalam belajar filsafat harus
banyak membaca.
Sebagai
manusia, kita tak mampu menunjuk diri kita sendiri, karena kita sendiri tak
mampu mengetahui yang manakah diri kita itu, apakah kepalanya saja, hatinya
saja, tangannya saja? Semua itu merupakan bagian dari diri kita tapi kita tetap
saja tak mampu menunjuk ke diri kita itu sendiri. Ada kecenderungan bahwa diri
kita itu ada di dalam pikiran kita sendiri. Adanya eksistensi sesuatu hal tidak
hanya di dalam pikiran kita tetapi juga ada dalam hati dan daftar suatu nama
yang nama kita tercantum didalamnya. Terkecuali dalam keadaan tidak sadar atau
tidur atau pingsan maka manusia tak mampu berpikir serta berfilsafat.
Menurut
Plato, semua yang ada yang mampu dilihat, didengar, dan dirasa itu merupakan
contoh, karena yang sebenar-benarnya hanya ada di dalam pikiran. Hal tersebut
oleh Plato disebut Idealisme. Namun menurut Aristoteles, sesuatu yang ada namun
tidak terlihat, tidak dapat didengar dan dirasa merupakan termasuk dalam hal
yang tidak ada walaupun sebenarnya ada hanya saja tidak nampak oleh mata.
Sehingga ajaran Aristoteles ini sangat cocok diterapkan pada kegiatan anak-anak
namun bagi orang dewasa sesuai sebagai sebuah ilmu. Didalam pikiran dan ide
orang dewasa adanya pikiran tentang dewa-dewa yang mengalami kehidupan seperti
manusia, menikah, berperang, dan berinteraksi. Hal tersebut menjadi sebuah
aksioma di dalam dunia. Seseorang yang ingin membangun sebuah rumah haruslah
dipikirkan dahulu lalu melakukannya agar hasilnya baik. Sesuatu yang dipikirkan
sebelum membangun rumah itulah yang disebut aksioma, yang merupakan
ketentuan-ketentuan dan dalil-dalil yang ada didalam pikiran merupakan sebuah
spiritualitas. Contohnya aksioma dalam kehidupan ialah “kalau makan jangan di
depan pintu”, itu merupakan aksioma atau aturan dari Bapak atau orang tua yang
jikalau dilanggar maka Bapak atau orang tua akan marah. Seperti halnya
aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang ada didalam Kitab Suci Al-Qur’an
yang apabila kita melanggarnya maka Allah akan marah kepada kita.
Contoh
yang disebutkan oleh ajaran Plato tersebut semakin kebawah contohnya akan
semakin banyak, misalnya ibu saya pernah ke pasar, yang pernah ada di rumah,
yang pernah ada di kantor, dan yang pernah ada di jalan itu adalah contoh dari
ibu saya. Namun yang sebenar-benarnya ibu saya hanyalah ada di dalam hati dan
pikiran saya. Sesuatu hal yang semakin turun kebawah dan semakin turun ke bumi
maka hal tersebut akan menjadi plural dan berbeda-beda. Semakin naik hal
tersebut maka semakin bersifat tunggal karena semakin mendekati kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Manusia
itu pada dasarnya sama dengan sebuah batu, sama dengan sebuah tanaman, dan juga
sama dengan sebuah gajah karena segala sesuatu apabila telah sampai pada
puncaknya yaiut Kuasa Tuhan maka semua hal tersebut akan terlihat sama tidak
ada yang berbeda. Tuhan merupakan prima klausa yakni sebab pertama dan sebab
yang utama akan adanya segala sesuatu di dunia ini karena itulah Tuhan Maha
Esa.
Saya
tidak bisa menyimpulkan ibu sya itu yang seperti apa, karena ibu saya memiliki
berbagai macam contoh, contoh ibu saya sekarang memakai baju bewarna putih,
contoh ibu saya kemarin memakai baju batik, menurut Plato, pendekatan semacam
itu disebut pendekatan Idealis atau sekedar contoh adalah yang terlihat itu
saja, tapi yang sebenarnya hanya ada didalam pikiran dan hati. Persoalan
filsafat ada 2, yaitu: kalau yang engkau pikirkan ada di dalam pikiranmu maka
persoalannya adalah bagaimana engkau mampu menjelaskan kepda orang lain tentang
apa yang ada di dalam pikiranmu, karena 1 triliun kata dipangkatkan 1 triliun
kata tidak akan cukup untuk menyebutkan ciri-ciri maupun sifat-sifat yang ada
di dalam pikiran kita tersebut, kita hanya berusaha menjelaskan karena
sebenar-benarnya berfilsafat ialah berusaha menjelaskan tapi tidak akan pernah
mampu untuk menjelaskan. Oleh sebab itu orang yang berfilsafat akan merasa
rendah hati karena mereka merasa tidak mampu menjelaskan dan mengetahui apapun,
itulah pelajaran yang didapatkan dari Socrates bahwa “aku tak mampu mengetahui
apapun”. Jika sesuatu hal yang engkau pikirkan ada diluar pikiranmu, maka
bagaimana engkau bisa menjelaskan hal tersebut?
Obyek
filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sesuatu yang ada
itu berjumlah milyaran tapi tidak dapat disebutkan dan dijelaskan, kita mungkin
hanya mampu menyebutkan wadahnya saja, wadah itu yang selanjutnya berisi,
isinya tersebut memiliki isi dan isi itu juga nantinya memiliki wadahnya
sendiri. Contohnya: Saya memiliki hobi, maka “hobi” itulah wadahnya dan rincian
dari berbagai macam hobi tersebut merupakan isinya. Hal tersebut merupakan hubungan
subyekdan predikat, yakni bahwa rambut bewarna hitam, hal tersebut merupakan
hukum berpikir kedua oleh Immanuel Kant (prinsip identitas dan kontradiksi)
bahwa rambut bewarna hitam yang kontradiksinya bahwa sampai kiamat rambut akan
tetap bewarna hitam namun warna hitam bukan berarti rambut. Jadi hidup selalu
ada kontradiksi, dalam matematika, kontradiksi berarti tidak logis, namun dalam
filsafat, kontradiksi ialah sebenar-benarnya hidup karena setiapmanusia tidak
akan pernah sama dengan namanya masing-masing.
Terjadinya
sesuatu yang mungkin ada menjadi ada contohnya lahirnya seorang bayi didunia
yang sebelumnya sewaktu di dalam kandungan bayi tersebut dimungkinkan ada,
setelah bayi terlahir maka bayi tersebut telah menjadi ada. Dalam terjadinya
sesuatu yang tidak mungkin ada menjadi ada terdapat sebuah revolusi
besar-besaran karena adanya perubahan status dari yang mungkin ada menjadi ada.
Perubahan status tersebut juga disertai campur tangan Allah yang menghendaki
adanya hal yang tadinya mungkin ada menjadi ada.
Proses
belajar filsafat sangatlah tidak terasa karena tanpa disadari kita sudah merasa
cerdas karena banyak membaca. Sebenar-benarnya belajar filsafat adalah dengan
banyaknya membaca. Sesuatu yang mungkin ada adalah sesuatu yang bisa diketahui
dengan belajar dan banyak membaca. Dalam proses belajar janganlah praktis
mengikuti sebuah pragmatisme hanya sekedar mengejar nilai. Pada dasarnya belajar
dalam pandangan filsafat adalah sebenar-benarnya belajar dengan mengadakan dari
yang mungkin ada menjadi ada. Belajar
membutuhkan ruang gerak untuk beraktivitas membangun filsafat masing-masing. Ilmu
mengajarkan kehidupan melalui kematian. Dalam berfilsafat yang terpenting
adalah olah pikir yang nantinya akan mampu bersyukur atas nikmat yang telah
diberikan dan dimiliki dari nikmat yang
nampak maupun yang tidak nampak sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar